Click this to share.. Share on Facebook
Facebook
0Tweet about this on Twitter
Twitter
Share on LinkedIn
Linkedin

#Workshop88 | Informasi penting bagi Anda terutama generasi X (lahir tahun 1965 – 1979), mungkin inilah penyebab fenomena sekarang yang sedang terjadi di lingkungan perusahaan Anda. Supaya Anda tidak stress sendiri menghadapi karyawan Anda

Kerap berhadapan dengan klien atau anak buah yang lebih suka menggunakan teknologi ketimbang melakukan sesuatu secara manual? Bisa jadi Anda berhadapan dengan generasi Y (gen Y). Kelompok anak muda yang juga disebut generasi milenium adalah mereka yang berusia belasan tahun hingga awal tiga puluhan (lahir awal 1980 hingga awal 2000). Di dunia kerja, mereka adalah generasi andal, karena penuh kejutan dengan menelurkan ide-ide brilian.

Anak muda yang selalu ingin coba-coba, kerja enggak pernah awet di satu tempat, dan terlalu peduli soal teknologi terbaru. Mungkin ini sebagian gambaran ringkas generasi Y. Bagi generasi sebelumnya, generasi X (lahir tahun 1965 – 1979) dan baby boomer (lahir tahun 1946 – 1964), gen Y memberi kesan sebagai generasi yang tak terlalu membanggakan. Soalnya, mereka memiliki beberapa ciri negatif, seperti tak merasa bersyukur, egosentris, individualisme yang sangat tinggi, dan gampang bosan. Secara politis, gen Y juga cenderung tak mau terlalu ambil pusing, meski mereka pada umumnya mempunyai toleransi yang tinggi.

Sepintas, gen Y terlihat pintar, aktif, dan agresif. Mereka juga tergolong hebat dalam mengerjakan banyak hal dalam waktu bersamaan. Contohnya, sambil mendengarkan musik lewat iPod yang menempel di telinga, mereka bisa menulis e-mail di tablet, sekaligus chatting dari telepon pintar. Penampilan kasual dan santai menjadi ciri khas, sehingga kesan serius pun jarang muncul. Akibatnya, generasi pendahulu sering beranggapan gen Y tidak pernah serius dan tidak disiplin.

Secara singkat, gen Y adalah generasi yang tumbuh di tengah hiruk pikuknya perkembangan teknologi wireless. Paparan teknologi juga memengaruhi kepekaan gen Y terhadap perubahan. Mereka tidak takut perubahan, namun sering kali tak sabar melalui proses menuju perubahan itu. Mereka adalah generasi yang akrab dengan internet dan sangat aktif dalam media jejaring sosial. Gen Y dikenal sebagai generasi yang egosentris, berpusat pada diri sendiri dan senang unjuk diri. Majalah Time menyebut generasi ini sebagai ‘me me me generation’.

“Gen Y adalah pribadi yang bekerja untuk dapat menerapkan kreativitasnya, serta mencari lingkungan kerja yang santai penuh hura-hura. Mereka bekerja tidak terlalu serius, karena bekerja bukan untuk kehidupan atau menghidupi keluarga seperti yang dilakukan generasi sebelumnya. Mereka sangat techno-minded dan berinteraksi lebih banyak melalui gadget (Skype, Whatsapp, Twitter, Facebook), walau dengan teman satu kantor,” ujar Lita Mucharom, Human Capital Management Coach dari Langkah Mitra Selaras.

Suka atau tidak, gen Y kini makin mendominasi dunia kerja. Generasi ini menjadi SDM yang dibutuhkan perusahaan, bahkan sering kali menjadi andalan dan tulang punggung. Dalam lingkup kerja, mereka jelas memiliki karakter yang berbeda dari generasi pendahulu. Untuk itu, mau tidak mau perusahaan perlu melakukan penyesuaian agar bisa mengoptimalkan SDM yang kian disesaki oleh gen Y ini.

Lita juga menyoroti kecenderungan gen Y yang selalu ingin tampil beda, termasuk di tempat kerja. “Ketika mereka diberi kepercayaan untuk memimpin tim, mereka ingin kelihatan beda. Uniknya, dari segi keuangan, mereka tidak terlalu mempermasalahkan income bulanan, namun sangat menunggu bonus yang besar di akhir tahun untuk hura-hura atau kesenangan pribadi.”

“Kekuatan generasi ini adalah daya kreativitasnya yang tinggi. Lewat bantuan teknologi, mereka memiliki kesempatan exposure yang lebih untuk melihat  tiap sudut di dunia ini tanpa perlu pergi ke tempat tersebut. Dengan beberapa klik dan bermodal jempol saja, cukup buat mereka merasakan dan melihat banyak ide di belahan dunia lain,” ujar Lita.

Sayangnya, gen Y dianggap tak memiliki komitmen tinggi dan loyalitas. Dalam bekerja, mereka cenderung seperti kutu loncat. Ketika tempat kerja tak lagi menyenangkan atau tak sesuai dengan gaya hidup, mereka tak segan-segan mencari tempat kerja baru. Yang dikejar di perusahaan baru biasanya income tahunan yang lebih tinggi dan prestise  bekerja di lingkungan kerja yang lebih sophisticated, lebih keren. Kesempatan untuk traveling juga menjadi alasan kuat bagi generasi ini untuk berpindah kerja. Selain itu, pengaruh ikatan teman juga dengan mudah membuat mereka mengubah karier dan pekerjaan.

Sumber : Femina.co.id

 

Call Now Button
error: